DUASISIinvestigasi.COM, Pohuwato —
Kebijakan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Marisa, Kabupaten Pohuwato, kembali menuai sorotan publik. Mekanisme antrean dan distribusi solar di SPBU tersebut dinilai tidak transparan dan diduga kuat melanggar aturan resmi dari sektor hilir migas.
Seorang narasumber inisial VD mengungkapkan kepada wartawan pada Sabtu (18/10/2025) bahwa antrean kendaraan ekspedisi di SPBU Marisa setiap harinya cenderung didominasi oleh kendaraan yang sama.
“Yang mengantri solar selalu mobil-mobil itu saja, tidak pernah berganti. Padahal menurut aturan migas, kendaraan baru bisa kembali mengisi setelah jeda enam jam. Tapi di sini terlihat seperti ada pembiaran dari pihak SPBU,” jelas VD.
Menurutnya, praktik semacam itu menunjukkan adanya kebijakan internal yang menyimpang dari pedoman penyaluran subsidi pemerintah. “Kalau begini terus, bagaimana dengan kenderaan lain yang juga butuh solar untuk beroperasi? Harusnya SPBU bertindak adil, bukan memberi kelonggaran pada pihak tertentu,” ujar VD menambahkan.
Penyaluran solar bersubsidi diatur secara tegas melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Jenis, Penggunaan, dan Tata Cara Penyaluran Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan.
Pasal 3 ayat (1) regulasi tersebut menyebutkan bahwa:
“Penyaluran BBM bersubsidi harus tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat volume, serta diawasi secara berjenjang untuk mencegah penyalahgunaan.”
Selain itu, dalam Surat Edaran Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Nomor 3865/Ka.BPH/2022, ditegaskan bahwa:
“Kendaraan pengguna BBM bersubsidi hanya dapat melakukan pengisian kembali setelah selang waktu minimal enam jam, guna mencegah pengisian berulang oleh kendaraan yang sama dalam satu hari.”
Aturan tersebut menjadi dasar pengendalian distribusi solar bersubsidi agar tidak dimonopoli oleh pihak tertentu serta memastikan subsidi benar-benar diterima oleh masyarakat yang berhak.
Dari temuan lapangan yang disampaikan VD, terlihat adanya indikasi bahwa pengawasan terhadap sistem antrean dan pengisian di SPBU Marisa belum berjalan efektif. Bila benar kendaraan tertentu dapat berulang kali mengisi dalam waktu singkat, maka hal itu berpotensi melanggar ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang mengatur sanksi bagi pihak yang menyalahgunakan distribusi migas.
Kondisi semacam ini mencerminkan lemahnya penerapan sistem digital pengawasan berbasis MyPertamina yang sebenarnya dirancang untuk menutup celah manipulasi di lapangan.
“Kalau sistem dan petugas SPBU bekerja sesuai aturan, hal seperti ini seharusnya tidak terjadi,” tegas VD.
Melihat situasi tersebut, publik kini mendesak BPH Migas dan Dinas ESDM Provinsi Gorontalo untuk segera turun melakukan audit lapangan di SPBU Marisa. Evaluasi dinilai penting guna memastikan seluruh SPBU di wilayah Pohuwato patuh terhadap ketentuan distribusi BBM bersubsidi, termasuk pembatasan waktu pengisian, volume, serta pemerataan bagi seluruh pelaku usaha transportasi dan ekspedisi.
Transparansi data kendaraan yang melakukan pembelian solar bersubsidi juga menjadi kebutuhan mendesak untuk mencegah praktik penimbunan maupun penyalahgunaan subsidi.
“Kalau tidak ada pengawasan ketat, maka akan selalu ada pihak yang diuntungkan, sementara yang lain terpinggirkan. Ini bukan hanya persoalan teknis, tapi persoalan moral dan keadilan sosial,” ujar VD menutup keterangannya.
Secara filosofis, kebijakan subsidi energi merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam menjamin keseimbangan ekonomi rakyat, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Apabila implementasinya justru melahirkan ketimpangan, maka kebijakan subsidi kehilangan nilai keadilannya. SPBU, sebagai ujung tombak pelayanan publik di sektor energi, harus menjunjung tinggi prinsip etika distribusi, transparansi, dan profesionalitas. Karena pada hakikatnya, penyimpangan terhadap kebijakan subsidi bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga menodai integritas tata kelola energi nasional.
Hingga berita ini diturunkan, pihak SPBU Marisa belum memberikan tanggapan resmi terkait sorotan publik atas kebijakan pengisian solar bersubsidi yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan. Publik berharap pihak manajemen dapat segera memberikan klarifikasi terbuka demi menjaga kepercayaan dan transparansi pelayanan kepada masyarakat.
Red-DSI.COM









